Jangan Lupa Kebaikan Orang Lain Part 4 Sub Indo Download
Offenbar hast du diese Funktion zu schnell genutzt. Du wurdest vorübergehend von der Nutzung dieser Funktion blockiert.
Wenn dies deiner Meinung nach nicht gegen unsere Gemeinschaftsstandards verstößt,
Kaidah Qur’an kali ini membahas jangan melupakan kebaikan orang lain
وَلَا تَنسَوُا الْفَضْلَ بَيْنَكُمْ
Dan janganlah kamu melupakan kebaikan di antara kamu. (QS. Al-Baqarah: 237)
Islam mengajarkan kepada kita untuk menjadikan semua hidup kita; perbuatan, ucapan, dan bahkan setiap hembusan nafas sebagai ibadah kepada Allah. Termasuk diantaranya ketika kita memberi dan diberi kebaikan. Ketika kita berada pada posisi pemberi kebaikan kepada orang lain maka kita diperintahkan untuk memberi dengan ikhlas tanpa pamrih. Tidak mengharapkan balasan atas kebaikan yang telah dilakukan itu, bahkan tidak mengharapkan ucapan terima kasih. Sebagaimana firman Allah ketika mengisahkan tentang sifat Al-Abrar yaitu orang-orang yang beruntung penghuni surga:
وَيُطْعِمُونَ الطَّعَامَ عَلَىٰ حُبِّهِ مِسْكِينًا وَيَتِيمًا وَأَسِيرًا إِنَّمَا نُطْعِمُكُمْ لِوَجْهِ اللهِ لَا نُرِيدُ مِنكُمْ جَزَاءً وَلَا شُكُورًا
Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan. Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridhaan Allah, kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih. (QS. Al-Insan: 8-9)
Hal ini, untuk menjadikan kita betul-betul hidup untuk Allah. Semua kebaikan; pemberian, sedekah, hadiah, dst kepada orang lain semata-mata untuk Allah bukan untuk manusia, kita mengharap balasan Allah bukan balasan manusia sehingga dengan inilah kita mewujudkan hakikat Tauhid dan kita tidak akan pernah kecewa dengan apa yang terjadi setelah itu, meski orang yang kita berikan kebaikan itu membalas air susu dengan air tuba.
Ketika kita berada pada posisi diberi, kita menerima kebaikan dari orang lain, maka Islam mengajarkan kepada kita untuk tidak melupakan kebaikan tersebut, sekecil apapun kebaikan tersebut. Inilah kaidah Al-Qur’an; Jangan lupakan kebaikan. Allah berfirman:
وَلَا تَنسَوُا الْفَضْلَ بَيْنَكُمْ
Dan janganlah kamu melupakan kebaikan di antara kamu. (QS. Al-Baqarah: 237)
Karenanya Allah sangat murka kepada orang-orang yang mudah melupakan kebaikan. Seperti para istri yang buruk yang dengan mudahnya melupakan banyak kebaikan suaminya hanya lantaran satu kesalahan yang diperbuat suaminya. Rasulullah ﷺ bersabda:
أُرِيتُ النَّارَ فَإِذَا أكْثَرُ أهْلِهَا النِّسَاءُ، يَكْفُرْنَ قيلَ: أيَكْفُرْنَ باللهِ ؟ قالَ: يَكْفُرْنَ العَشِيرَ، ويَكْفُرْنَ الإحْسَانَ، لو أحْسَنْتَ إلى إحْدَاهُنَّ الدَّهْرَ، ثُمَّ رَأَتْ مِنْكَ شيئًا، قالَتْ: ما رَأَيْتُ مِنْكَ خَيْرًا قَطُّ
“Aku pernah diperlihatkan neraka, ternyata kebanyakan penghuninya adalah para wanita, karena mereka sering berbuat kufur.” Beliau ditanya: “Apakah mereka berbuat kufur kepada Allah?” Beliau menjawab: “Mereka mengingkari pemberian dan kebaikan (suami). Bilamana engkau berbuat baik kepada salah seorang dari mereka sepanjang masa, sementara ia hanya melihat satu kesalahan saja darimu, ia akan mengatakan: “Aku belum pernah melihat kebaikan sedikitpun darimu”. (HR. Bukhari: 29)
Kita diperintahkan untuk mensyukuri nikmat tersebut. Berterima kasih atas kebaikan tersebut adalah bagian dari bentuk syukur kita kepada Allah. Rasulullah ﷺbersabda:
لاَ يَشْكُرُ اللهَ مَنْ لاَ يَشْكُرُ النَّاسَ
“Tidak dikatakan bersyukur kepada Allah, seorang yang tidak beryukur (berterima kasih) kepada manusia.” (HR. Abu Dawud: 4811)
Dan lebih dari itu, kita pun diperintahkan untuk membalas kebaikan dengan kebaikan yang serupa. Bahkan, jika seandainya kita tidak sanggup untuk membalasnya dengan sesuatu yang serupa maka balaslah dengan do’a. Rasulullah ﷺ bersabda:
مَنْ صَنَعَ إِلَيْكُمْ مَعْرُوفًا فَكَافِئُوهُ فَإِنْ لَمْ تَجِدُوا مَا تُكَافِئُونَهُ فَادْعُوا لَهُ حَتَّى تَرَوْا أَنَّكُمْ قَدْ كَافَأْتُمُوهُ
“Barang siapa yang berbuat kebaikan kepada kalian maka balaslah, apabila kalian tidak mendapat sesuatu untuk membalasnya maka do’akanlah dia hingga kalian melihat bahwa kalian telah membalasnya.” (HR. Abu Dawud: 1672)
Dari Jubair radhiallahu’anhu ia berkata:
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ فِي أُسَارَى بَدْرٍ لَوْ كَانَ الْمُطْعِمُ بْنُ عَدِيٍّ حَيًّا ثُمَّ كَلَّمَنِي فِي هَؤُلَاءِ النَّتْنَى لَتَرَكْتُهُمْ لَهُ
Nabi ﷺ berkata di hadapan para tawanan perang Badar, “Seandainya Al Muth’im bin ‘Adiy masih hidup lalu dia berbicara kepadaku untuk pembebasan orang-orang busuk ini pasti aku lepaskan mereka kepadanya tanpa tebusan”. (HR. Bukhari: 3139)
Hal ini dilakukan oleh Rasulullah ﷺ karena Muth’im lah yang dahulu pernah melindungi (memberikan jaminan keamanan) Rasulullah ﷺ dari kejahatan penduduk Makkah ketika beliau ﷺ kembali dari Thaif.
مرَّ سعيد بن العاص بدار رجل بالمدينة، فاسْتسقى، فسَقَوْه، ثم مرَّ بعد ذلك بالدار ومُنادٍ يُنادي عليها فيمَن يَزيد، قال لمولاه: سلْ لَم تُباع هذه؟ فرجَع إليه، فقال: على صاحبها دَينٌ، قال: ارجع إلى الدار، فرجع فوجَد صاحبها جالسًا وغريمه معه، فقال: “لِمَ تبيع دارك؟ قال: لهذا عليّ أربعة آلاف دينار، فنزل وتَحدَّث معهما، وبعَث غلامه، فأتاه ببَدرة، فدَفَع إلى الغريم أربعةَ آلاف، ودفَع الباقي إلى صاحب الدار، ورَكِب ومضى.
Sa’in bin Al-‘Ash pernah melewati rumah seorang laki-laki di Madinah. Kemudian Sa’id meminta minum, lalu pemilik rumah pun memberikan minum kepadanya. Beberapa waktu setelah itu, Sa’id kembali melewati rumah tersebut, pada saat itu terdengar seorang tengah berteriak kepada siapa yang mau menambah harga rumah (rumah sedang dilelang). Sa’id pun berkata kepada pembantunya:’ Tanyakanlah, kenapa rumah ini dijual?’ Setelah pembantunya bertanya dan kembali ia berkata kepada Sa’id: ‘Pemiliknya memiliki hutang.’ Said pun kembali ke rumah tersebut dan mendapati pemilikinya tengah duduk bersama pemberi hutang. Sa’id bertanya: ‘Kenapa engkau menjual rumahmu?’ Pemilik rumah menjawab: ‘Aku memiliki hutang kepada orang ini sebanyak 4000 Dinar [1] (16,4 M). Sa’id kemudian turun dari tunggangannya dan berbicara dengan mereka berdua. Ia mengutus pembantunya (untuk mengambil harta) lalu ia datang dengan membawa Badrah [2] (7000 dinar). Sa’id pun memberikan 4000 Dinar kepada pemberi hutang dan memberikan sisanya (3000 Dinar) kepada pemilik rumah. Lalu ia pun menaiki tunggangannya dan pergi. (Dinukil secara ringkas dari Alukah.net dengan judul Syukru An-Nas)
______________________
[1] 1 Dinar = 4,25 gram emas setara dengan 4,25 x 964.000 (harga emas 4 Juni 2021) = 4.097.000. Sehingga 4000 dinar = 16.388.000.000
[2] Badrah adalah 1000 Dirham = 7000 Dinar. Karena 10 Dirham serata dengan 7 Dinar
Allahu Akbar, lihatlah apa yang diperbuat oleh sahabat Nabi yang mulia ini. Ia membalas kebaikan satu gelas air minum dengan 7000 Dinar yang sekarang setara dengan Rp 28.679.000.000 (28,7 Milyar)
Diceritakan oleh murid terdekat beliau yaitu Rabi’ bin Sulaiman:
أَخَذَ رَجُلٌ بِرِكَابِ الشَّافِعِي فَقَالَ : يَا رَبِيْعُ أَعْطِهِ أَرْبَعَةَ دَنَانِيْرَ وَاعْذَرْنِي عِنْدَهُ
Seorang laki-laki memegangi pijakan kaki dari pelana tunggangan Syafi’i, maka beliau pun berkata: Wahai Rabi’ berikanlah laki-laki ini 4 Dinar dan mintakanlah maaf untukku kepadanya. (Hilyah Al-Auliyah, dinukil dari Islamweb)
Ada sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud yang berkaitan dengan shalat Jum’at sekaligus memberikan pelajaran kepada kita perihal wajibnya kita membalas kebaikan orang-orang yang pernah berbuat baik kepada kita.
عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ كَعْبِ بْنِ مَالِكٍ وَكَانَ قَائِدَ أَبِيهِ بَعْدَ مَا ذَهَبَ بَصَرُهُ عَنْ أَبِيهِ كَعْبِ بْنِ مَالِكٍ أَنَّهُ كَانَ إِذَا سَمِعَ النِّدَاءَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ تَرَحَّمَ لِأَسْعَدَ بْنِ زُرَارَةَ فَقُلْتُ لَهُ إِذَا سَمِعْتَ النِّدَاءَ تَرَحَّمْتَ لِأَسْعَدَ بْنِ زُرَارَةَ قَالَ لِأَنَّهُ أَوَّلُ مَنْ جَمَّعَ بِنَا فِي هَزْمِ النَّبِيتِ مِنْ حَرَّةِ بَنِي بَيَاضَةَ فِي نَقِيعٍ يُقَالُ لَهُ نَقِيعُ الْخَضَمَاتِ قُلْتُ كَمْ أَنْتُمْ يَوْمَئِذٍ قَالَ أَرْبَعُونَ
Dari Abdurrahman bin Ka’b bin Malik -dia adalah seorang yang selalu menuntun ayahnya setelah ayahnya buta- dari ayahnya yaitu Ka’ab bin Malik, bahwa apabila dia mendengar adzan pada hari Jum’at (Shalat Jum’at), dia memohonkan rahmat untuk As’ad bin Zurarah. Lantas aku bertanya kepadanya; “Mengapa setiap kali mendengar adzan Jum’at ayah selalu memohonkan rahmat untuk As’ad bin Zurarah?” Beliau menjawab: “Karena dia adalah orang yang pertama kali sebagai pelopor pelaksanaan shalat Jum’at di tengah-tengah kami di Hazmin Nabit yang terletak di Bani Bayadhah di Baqi’ yang biasa disebut Naqi’ul Khadhamat.” Aku bertanya; “Berapakah jumlahnya ketika itu?” Beliau menjawab: “Empat puluh orang.” (HR. Abu Dawud: 1069, dinilai Hasan oleh Syaikh Al-Albani)
Lihatlah sahabat Nabi yang mulia ini Ka’ab bin Malik, setiap mendengarkan azan Jum’at ia mendo’akan As’ad bin Zurarah karena ialah orang yang memberikan kebaikan kepadanya berupa penunaian shalat jum’at dan tata caranya.
Selesai disusun di Komplek Pondok Jatimurni Bekasi
Zahir Al-Minangkabawi
Follow fanpage maribaraja KLIK
Instagram @maribarajacom
Banyak orang keluar masuk dalam hidup kita. Ada yang melintas dalam waktu singkat, namun membekas keras. Ada yang telah lama berjalan beiringan, tetapi tak disadari arti kehadirannya. Ada pula yang begitu jauh di mata, sedangkan penampakannya melekat di hati. Ada yang datang pergi begitu saja seolah tak pernah ada.
Sejalan dengan itu ambillah pentuah ini : “Jika engkau menerima sesuatu dari orang lain, tulislah itu pada batu. Tetapi jika engkau memberi sesuatu kepada orang lain, tulislah itu di atas pasir. Yang di batu akan terukir, sedangkan yang di pasir akan terhapus. Ungkapan ini mengajar kita akhlak mengingat sekaligus seni melupakan.
Memang, terkadang kita sering melupakan jasa orang lain, kita lebih senang mengungkit kebaikan kita kepada orang lain dibanding mengingat kebaikan orang lain kepada kita.
Ada sebuah nasehat bagus berbunyi” kalau kamu memberi, lupakan (tidak usah diingat-ingat lagi), tapi kalau orang lain memberimu, ingatlah seumur hidupmu”.
Bukankah itu sebuah nasehat yang simple namun sering kita abaikan? sebuah nasehat yang tak perlu kamus untuk sekadar mengartikannya atau mencernanya.
Sebuah kalimat simpel penuh makna yang semua orang yang bisa berbahasa Indonesia pun akan dengan mudah mengucapkan bahkan mengartikannya. Namun, sebuah nasehat baik hanya akan keluar dari lisan orang-orang yang masih mau menggunkan nurani, karena dari sanalah sumber kebaikan yang diberikan Allah kepada makhluknya.
Berapa kali dalam sehari kita mengeluh dengan kata-kata, tidak tahu terima kasih, kacang lupa kulit, lupa daratan atau dengan bahasa-bahasa dan sindiran lainnya. namun kita sendiri tidak menyadari bahwa kita pun pernah bahkan sering melupakan jasa orang lain kepada kita.
Bukankah pemberian terbaik adalah pemberian yang tidak diikuti keburukan? bukankah pemberian terbaik adalah pemberian tulus tanpa pamrih? kita semua tahu, tapi malu untuk mengakui. karena memang kita belum mampu untuk melakukan apa yang memang kita yakini.
Memang paling mudah adalah menjelekkan orang lain, paling gampang adalah menyalahkan orang lain, tapi kita lupa bahwa kita juga pernah berbuat salah, kita juga manusia tempatnya lupa dan salah.
Maka mulailah menghargai orang lain, mulailah melupakan kebaikan kita pada orang lain, mulailah mengingat jasa orang lain, mulailah untuk tidak membicarakan kejelekan orang lain.
Ada pula satu kisah yang menarik tentang mengingat kebaikan orang lain. Di dalam Surat Thaha, Allah menghitung nikmat yang telah diberikan kepada Nabi Musa as. Dimulai dari hari kelahirannya, kemudian dihanyutkan di Sungai Nil dan kemudian diambil oleh istri Firaun yang spontan mencintai bayi suci itu.
Dan yang menarik adalah setelah Allah menyebutkan berbagai nikmat ini, Allah mengingatkan kebaikan saudari Musa as dalam Firman-Nya, “(Yaitu) ketika saudara perempuanmu berjalan, lalu dia berkata (kepada keluarga Firaun), Bolehkah saya menunjukkan kepadamu orang yang akan memeliharanya? Maka Kami mengembalikanmu kepada ibumu, agar senang hatinya dan tidak bersedih hati.” (QS.Thaha:40)
Coba bayangkan, setelah semua kenikmatan yang Allah sebutkan, Dia juga mengingatkan kembali tentang jasa dari saudari Musa yang melakukan langkah untuk menyelamatkan adiknya. Padahal itu hanya perbuatan sederhana yang dilakukan bertahun-tahun yang lalu, bahkan ketika Musa masih bayi. Tapi Allah tetap mengingatkannya kembali.
Seakan Allah ingin mengajarkan bahwa jangan pernah lupakan kebaikan orang lain walau telah sekian lama, walau sekecil apapun! Semoga kita tidak termasuk orang-orang yang mudah melupakan kebaikan orang lain. Wallahu a’lam
DARLIS MUHAMMAD (REDAKTUR SENIOR MEDIA ALKHAIRAAT)